Rabu, 30 Januari 2008

Ingin Kaya? Hindari Sekolah!

Oleh: SetiadiIhsan


If You want to be rich don’t go to school , adalah dapat dikatakan statement pembuka jalan yang mengantarkan kesuksesan buku-buku yang ditulis oleh Robert T. Kiyosaki. Tanggapan terhadap kritikan atas pernyataan di atas dibeberkan secara tuntas oleh Kiyosaki dalam bukunya, sebut saja Rich Dad’s Rich Dad Poor Dad, Rich Dad’s Cash Flow Quadrant, Rich Dad’s Guide to Investing dan Rich Dad’s Business School.

Jika anda ingin jadi milyarder, mempunyai kebebasan waktu dan finansial, kenapa anda memasuki dunia pendidikan? Tidak harus ditafsirkan secara harfiah. Pernyataan di atas adalah sebuah kritik atas sistem pendidikan (tradisional) yang banyak melalaikan hal-hal yang sifatnya real dan dibutuhkan dalam kehidupan. Kiyosaki menyebutnya sebagai aspek yang dapat mengubah hidup, katakanlah konsep kebebasan waktu dan kebebasan (secara) finansial. Secara tegas, Kiyosaki mengkritik pendidikan tradisional dalam kaitanya dengan cara mempengaruhi aspek emosional, fisik dan spiritual.

Mengenai kedua aspek yang disebutkan di atas, saya perlu menguraikan sedikit untuk menghantarkan ke pengertian judul tulisan ini.
Secara emosional, dikeluhkan Kiyosaki, bahwa pendidikan tradisional membuat orang terus-menerus merasa takut. Secara spesifik ketakutan yang dimaksud adalah takut melakukan kesalahan, yang mengarah kepada takut gagal. Ungkapan bapak-ibu guru kita, sepertinya klise dan didengungkan secara bersamaan, “Kalau kamu tidak dapat nilai bagus, kamu tidak aakan mendapat pekerjaan dengan gaji besar.” Keadaan “takut” ini diperparah dengan adanya serangkaian hukuman atas segala kesalahan yang diperbuat siswa.

Dari aspek (yang mempengaruhi) fisik, terkait dengan aspek pertama, orang yang merasa takut melakukan kesalahan sudah pasti tidak akan belajar banyak, karena mereka tidak banyak melakukan (sesuatu). Seperti dikatakan dalam bukunya, Business School, Kebanyakan orang tahu bahwa belajar sebenarnya adalah proses fisik maupun proses mental. Membaca dan menulis adalah proses fisik, seperti halnya belajar tenis adalah proses fisik. Kalau anda telah dikondisikan untuk mengetahui semua jawaban yang benar dan atau tidak melakukan kesalahan, besar kemungkinan proses pendidikan anda akan terhalang. Bagaimana anda bisa maju kalau anda tahu semua jawaban tetapi takut mencob sesuatu???

Sejalan dengan Kiyosaki, Billi P.S Lim, penulis dari negeri Jiran, mengurai tokoh-tokoh sukses dalam berbagai bidang pada dasarnya mempunyai akar prinsip yang sama yaitu: BERANI GAGAL. “Berani Gagal” (Dare to Fail) telah menjadi buku terlaris di tahun 2000, satu intersection dengan buku-buku Kiyosaki dalam menyoroti dunia pendidikan adalah kesuksesan secara akademis belum menjamin kesuksesan yang mengubah hidup sebut saja mendapatkan kebebasan waktu dan finansial. Billi, membuktikan dalam bukunya, bahwa siswa –siawa ynag dalam dunia pendidikan tersingkirkan secara prestasi membuat sebuah perubahan yang dramatis dengan mempekerjakan mereka yang telah menyingkirkannya dulu dari Bursa (seleksi) Perguruan Tinggi dan Bursa Lapangan pekerjaan. Mereka yang tidak menujukkan prestasi akademis telah menentukan arah nyata demngan mengambil resiko dan BERANI GAGAL menjadi seorang wirausaha.

Ulasan kedua penulis megenai dunia pendidikan menginspirasi saya dalam tulisan ini untuk ikut mengkritisi dunia pendidikan, termasuk pendidikan kefarmasian.
Telah menjadi pembicaraan yang lumrah kalau kita memilih satu program studi tentunya telah dimotivasi atau setidaknya telah membekali diri dengan suatu reserve (jawaban) akan pertayaan, “ Bekerja dimana kelak?”

Farmasi adalah obat, lapangan pekerjaan nanti tidak jauh dari dunia obat katakanlah Industri farmasi, apotek atau rumah sakit. Lepas dari bidang keahlian lainya yang terkait seperti kosmetik, jamu, makanan (pangan) dan lingkungan. Tetapi mainframe fikiran kita menuju ke hal yang sama , suatu tempat untuk mencari penghidupan, DUNIA KERJA!.

“Belajar yang rajin, jangan malas!, masuk perguruan tinggi ternama, diterima di perusahaan bonafide” adalah serial mimpi,yang menurut Kiyosaki adalah sikap-mental orang miskin. Termasuk sikap-mental, “Bekerja untuk mencari uang! dan Uang yang mengendalikan Kita!” adalah racun yang merasuki fikiran kita dan membawa kepada mentalitas sebagai orang bahkan bangsa yang (tetap) miskin.

Billi P.S Lim, telah meneliti untuk bahwa untuk meraih gelar sarjan muda rata-rata orang tua menghabiskan dana sebanyak Rp.288 juta. Sementara untuk ukuran Malaysia setelah merka kembali dan mendapatkan pekerjaan merkamendapat gaji rata-rata sebesar Rp 5 juta per bulan. Jadi secara kasar kita dapat menghitung break event point atas investasi adalah mencapai 5 tahun (gross, belum dikurangi biaya hidup untuk 5 tahun). Dengan beban mengejar BEP di atas juga status, adalah wajar apabila kita ter’jebak’ dengan pemikiran MENCARI PEKERJAAN.
Namun apa kita tidak berfikir seandainya kita digaji oleh perusahan Rp. 10 juta per bulan, dan kita hanya satu dari sekian oarng pekerja, Berapa sebenarnya pemilik perusahaan mendapatkan penghasilan per bulan? Yang jelas tidak mungkin senilai Rp.10 juta.

Mentalitas orang miskin dengan pengaruh lingkungan yang begitu kuat telah menjauhkan kita untuk memikirkan terobosan-terobosan dengan mngerjakan suatu hal lain, berfikir lateral, menentang asumsi umum.

Farmasi, apa yang kita geluti, pelajari, dan ‘kepadanya’ kita menaruih harapan….sebenarnya menyediakan dan memberikan modal yang begitu besar untuk mengubah sikap mental orang miskin menunju sikap mental orang kaya. Orang kaya yang berfikiran tidak lagi memandang sebuah pekerjaan yang dilakukan (tidak sekedar) untuk mendapatkan uang, tidak lagi berpola fikir sekolah yang tinggi untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Serta tidak lagi memandang biaya/dana yang telah dikeluarkan sebagai suatu beban…

Satu contoh, pengetahuan Kimia Bahan Alam (Farmakognosi dan Fitokimia) yang memberikan pembekalan berupa pengetahuan serta skill mengenai bahan-bahan alam yang terkait dengan sediaan farmasi dan berbagai metoda (penafisan, pemisahan, pemurnian dan isolasi) sebenarnya merupakan peluang bagi kita untuk melakukan sesuatu, sebut saja pengolahan bahan alam (mentah) menjadi bahan baku yang dibutuhkan dunia farmasi. Apalagi bila dipadukan dengan pengetahuan dan skilllain yang didapat dari mata kuliah lain seperti kimia farmasi, analisis fisiko kimia dan sebagainya.

Pengolahan bahan alam (Agri industri) di Indonesia masih menjadi lahan ‘wira usaha’ yang belum banyak digarap. Satu kasus akar wangi yang merupakan primadona Indonesia dalam mensuplai kebutuhan atsiri dunia masih diekspor dalam bentuh bahan mentah. Juga bahan alam seperti rumput laut, Indonesia masih mengekspor rumput laut dalam bentuk Karaginan ke Filipina dan negara lain yang kan kembali ke Indonesia dalam teknologi semi refined dan refined sebagai bahan baku untuk industri farmasi dan consumer goods seperti pasta gigi.

Pharmacist, dalam kasus tersebut, dengan keahlian yang dimiliknya, sebenarnya dapat berperan banyak dalam memberikan nilaitambah terhadap sector agribisnis. Kemitraan yang dapat dilakukan dengan petani, PEMDA juga investor dapat dikembangkan ke arah kewirausahaan dengan konsep terintegrasi.

Pelunag di depan mata ini, secara khusus, untuk Kabupaten Garut ditunjang dengan kekayaan bahan alam farmasi baik agraris ataupun maritime.
Kabupaten Garut sendiri PDB dan PAD-nya masih sebagian besar disumbang oleh sektor agraris. Secara makro arah enterpreunership di sector ini dapat menjadi kontribusi utama sarjana Farmasi UNIGA dalam memberikan arah dan kerangka pembangunan Kabupaten Garut dengan menjadikan dan memadukan sector agribisnis dengan agriindustri.

Ke depan, kasus, minyak atsiri yang dihasilkan Kabupaten Garut, sebut saja akarwangi tidak lagi dijual ke Medan dalam bentuk mentah (basah/kering) tetapi Garut dapat mensuplai Industri Farmasi nasional ataupun internasional dalam bentuk minyak atsiri dengan kualitas rendemen sebagimana yang ditetapkan Industri.

Dalam kaitannya dengan alternatif bagi Pharmacist dalam mengembangkan dan menguatkan perannya hendaklah ditunjang dengan system pendididkan yang menunjang ke arah tersebut. Kurikulum yang terintegrasi (kurikulum inti dan local) tidak saja menegajar kompetensi keahlian program studi tetapi dapat mencermati kebutuhan di atas. Sebagai contoh mata kuliah kewirausahaan dan sejenisnya hendaknya, sebagimana ditulis dalam Business School dapat megajarkan hal-hal seperti: sikap terhadap kesuksesan, leadership, keahlian berkomunikasi, human being, achievement motivation, manajemen uang, investasi, manajemen waktu, tanggung jawab dan sistematisasi

Akhirnya, Kalau ingin Kaya, hindari sekolah! Sudah semestinya ditafsirkan bagaimana dunia pendidikan dapat memberikan pembekalan bagi siswanya tidak saja untuk memasuki kehidupan “real” akan tetapi dapat “mengubah” dan “mewarnai” hidup ke arah yang positif.

Wallohu’alam……..

Tidak ada komentar: